Ikatlah Ilmu Dengan Menulisnya-Dikutip dari Ilmukomputer.com

Minggu, 24 Februari 2008

Dilematik Sertifikasi Guru

Saya seorang guru Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di salah satu Madrasah Ibtidaiyah swasta di Gresik. Terus terang saya termotivasi dengan diberlakukannya sertifikasi guru, karena sejak itu saya menjadi lebih semangat dan lebih terdorong untuk mencari ilmu. Apalagi mata pelajaran yang saya pegang adalah TIK, mata pelajaran yang cepat berkembang kalau saya tidak pro aktiv, maka pasti akan ketinggalan dengan yang lainnya. Mudah-mudahan niat utama saya mencari ilmu bukan karena sertifikasi, tetapi pahala dari Allah mudah-mudahan menjadikan saya lebih tidak kecewa nantinya daripada niat karena yang lain. Guru dipandang sebagai orang yang berilmu, malu seandainya guru hanya puas dengan ilmu yang didapat dibangku kuliah. Ilmu terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Ada ungkapan bagi guru yang menyatakan “If you stop growing today, you stop teaching tomorrow”.

Saya seorang guru yang bukan lulusan akademik yang sesuai dengan mata pelajaran yang saya ajar. Dari situlah saya merasa harus mengejar pengetahuan untuk bahan ajar yang seharusnya saya miliki. Saya rajin membuka internet (Guru otodidak saya), saya mencoba membuat artikel, mencoba menulis PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Hal-hal diatas hampir tidak pernah terfikir dalam benak saya sebelum mengetahui apa sih sertifikasi guru itu ??. Saya yakin, bukan saya saja yang merasa dampak positif dari sertifikasi guru ini, banyak teman-teman seperjuangan yang merasakan hal serupa.

Disamping dampak positif, tidak sedikit pula dampak negatif yang saya amati disekitar saya. Banyak universitas yang sengaja mengambil keuntungan dari kesempatan ini. Banyak universitas yang menawarkan S1, S2 yang kira-kira hanya berniat menjual ijazah saja. Banyak pihak-pihak yang mencari untung dengan mengadakan seminar/pelatihan/diklat/dll yang notabene peserta hanya diharuskan membayar tetapi tidak wajib ikut, penulisan tanggal disertifikat yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya, itukan sama saja dengan menjual sertifikat???. Contoh lain, keharusan seorang guru membuat karya ilmiah yang berupa PTK (Penelitian Tindakan Kelas) hal ini merupakan salah satu bentuk action seorang guru yang menginginkan kegiatan Belajar Mengajarnya bisa lebih efektif dan mengena pada sasaran. Kalau pembuatan PTK saja nyontek teman-teman guru sekolahan lain, berarti tujuan PTK sudah bukan untuk perbaikan kinerjanya melainkan hanya untuk kepentingan tertentu. Kalau gurunya saja suka nyontek, bagaimana dengan siswa-siswinya ???

Memang setiap Undang-undang baru dikeluarkan pasti ada dampak positif dan negatifnya. Namun sejauh mana dampak positif itu dapat bermanfaat untuk kesejahteraan bersama dan sejauh mana dampak negatif itu dapat merusak kenyamanan hidup bersama. Saya pribadi tidak bisa berbuat banyak melihat kondisi seperti ini. Saya mencoba berbuat yang benar untuk diri saya. Dan saya hanya bisa berharap mudah-mudahan guru-guru Indonesia terbuka hati untuk berpositif thinking terhadap penyelenggaraan sertifikasi guru ini. Ikhlas mengamalkan ilmu untuk mencerdaskan anak bangsa merupakan bagian dari amal yang tidak akan habis, terus mengalir walaupun kita sudah meninggal kelak.